Tips (abal-abal) Belanja di New York

Postingan saya tentang belanja di Paris dan belanja di London memang bukan tips shopaholic sejati. Namun tetap saja saya ingin share sedikit pengalaman belanja saya di New York City. Saran belanja saya tetap sama, yaitu banyak cuci mata, jangan kalap, tau harga di Jakarta sebelum beli, dan jangan buka dompet terlalu sering 😛

Sama seperti London dan Paris, New York City adalah pusat belanja dunia. Kemana pun mata memandang di segala penjuru kota, maka toko-toko dengan display yang cantik bertaburan di sana-sini. Kalau tidak kuat iman, meyakini bahwa kemampuan bayar saya jauh dari limit maksimal kartu-kartu kredit saya, maka pasti saya sudah belanja gila-gilaan.

Waktu kedatangan saya ke NYC di awal November, juga kurang tepat untuk belanja, dimana harga barang umumnya normal. Hari diskon nasional di Amerika yang dinanti-nanti adalah Black Friday yang jatuh di hari Jumat di akhir bulan November. Yah kira-kira beberapa hari setelah saya pulang lah … hiks. Jadi usahakan lah datang ke Amerika saat Black Friday yang menandai awal musim belanja masa Natal.

1. Belanja di Department Store

Macy’s adalah Dept. Store paling tuwir di USA. Berdiri sejak 1858, outletnya sekarang sudah 740 toko di seluruh USA. Macy’s di Midtown Manhattan yang dekat dengan hotel saya, adalah toko Macy’s yang pertama sekaligus yang terbesar. Saking besarnya, kami 3 sepupu yang hobby nyasar ini, gak ketemu-ketemu saat janjian di Macy’s. Saya masuk dari pintu Timur dia masuk dari Barat.

NYC_Macys

Senangnya saat mampir ke Macy’s saat itu karena tokonya sudah mulai dihias dekorasi natal. Masih jarang sekali menemukan dekorasi natal di pertengahan November. Namun dekorasinya baru ada di lantai satu saja. Mungkin lantai 2 sampai 9 menyusul bertahap, mengingat besarnya toko ini.

Masih satu owner, dept store terbesar kedua adalah tempat kerjanya Rachel Greene di film Friends, yaitu Bloomingdale’s.  Sudah tua juga umurnya karena berdiri tahun 1872, hanya beda beberapa belas tahun dengan Macy’s. Meski tempatnya tidak seluas Macy’s, tapi barang-barang di Bloomingdale’s lebih trendy dan high class. Saya tidak sempat mampir kesana, karena gak kepingin juga naik taxi khusus untuk ke Dept. store aja. Mahal pulak.

Tempat belanja barang branded yang lagi hip adalah Wesfield World Trade Center yang sudah diceritakan di postingan sebelumnya. Tempat ini pun saya datangi karena tidak sengaja. Si Bungsu sempat kepingin tas Kate Spade. “Nanti ya nak, beli sendiri kalau udah kerja,” bisik mak-mak yang gak punya banyak duit.

Sepengetahuan saya, tidak ada free tax claim di Amerika seperti di Eropa atau di Inggris. Jadi kalau cari barang murah memang harus pas ada diskon atau belanja di Premium Outlet.

2. Knick knack store

Karena pergi dengan teenager, maka toko printilan yang lucu-lucu seperti Disney’s Store di Times Square dan M&M World menarik perhatian si Bungsu. Termasuk juga Toko souvenir buat oleh-oleh seperti key chain, snow globe, magnet kulkas,yang banyak ditemui di sekitar times Square dan Broadway. Umumnya toko dikelola oleh orang India atau Timur Tengah, sedangkan barangnya buatan China. Harga bisa beda $2-$5 tiap toko, padahal kualitas barangnya sama. Hanya beda penataannya saja. Saya Cuma mampir untuk beli snow globe yang saya koleksi dari beberapa negara.

Sebenarnya saya tidak suka coklat Amerika, karena terlalu manis. Padahal kan saya sudah manis (jdiegz..) Coklat Amerika lebih tepat disebut gula dicoklatin daripada sebaliknya. Tapi melihat toko coklat M&M World di ujung jalan Broadway …lucuk banget. Langsung deh si Bungsu pengen beli coklat yang warnanya bisa dipilih untuk teman-teman perempuannya.

NYC_MnM

Jangan lewatkan ngeprint kata-kata khusus di atas coklat M&M. Bisa jadi hadiah yang sangat special buat orang terkasih. Si Bungsu membeli khusus buat guru yang melatihnya debat tapi tidak berangkat ke USA mendampinginya. Setelah membeli tiket di kasir, Ia memilih kata-kata yang diinginkan di mesin khusus, memilih warna coklat yang diinginkan lalu memasukkan coklat tersebut ke mesin printnya. Tunggu sebentar, voila… keluarlah coklat yg sudah cuzstomized printed.

Kalau M&M World terlalu girly, bisa mampir ke Disney’s Store di Times Square. Lho bukannya girly juga banyak princess? Nah ini lucunya. Toko Disney ini lebih banyak barang-barang Star Warsnya. Ada sih thema Frozen, tapi hanya di lantai 1. Sudah pengen banget beli robot bulet BB-8. Tapi kok ya gak pantes mak-emak beli itu ya.

NYC_starwars

3. Berburu Sepatu Sneaker

Banyak toko sneaker dengan design unik minimalis khas anak muda. Kalau niat dan punya banyak waktu untuk berburu sneaker di NYC, cobalah berkunjung ke Supreme di 274 Lafayette St, Niketown di 6 East 57th St, Vans General Store di 93 Grand St. Biasanya toko tersebut yang mengeluarkan model new release atau limited edition.

NYC_Champs

Jangan khawatir kalau gak banyak waktu, mampirlah di toko sepatu umum seperti Foot locker dan Champs dekat Time Square. Belilah brand asli Amerika seperti Vans dan Air Jordan. Selain harganya lebih murah, modelnya pun belum tentu ada di Indonesia. Kalau Adidas sih lebih mahal di Amerika daripada di Eropa. Jadi mampirlah kami ke Champs yang koleksi Air Jordannya lebih banyak, dan belilah sepasang Air Jordan buat si Bungsu dan oleh-oleh sepasang Air Jordan buat si Sulung di rumah.

4. Factory outlet

Adanya di pinggir kota, satu jam dari New York City yaitu Woodbury Common Premium Outlets. Karena memang tidak niat belanja, kami tidak mampir ke sana. Tapi di New York State masih banyak pilihan premium Outlet yang lain. Salah satunya adalah Waterloo Premium Outlet. Outlet ini tidak sengaja kami temukan dalam perjalan ke Niagara Falls. Kompleks pertokoannya sangat luas, sehingga dari pinggir jalan tol sangat menarik perhatian. Daftar toko/brand yang ada di sana bisa cek di sini. 

NY_WaterlooPO

Waterloo PO adalah kompleks pertokoan yang letaknya mengelilingi lapangan parker yang luas. Jadi saat berhenti di salah satu ujung, dan kepingin melihat toko yang disebrang, udah berasa capek duluan. Karena beda minat, saya dan kedua sepupu saya berpisah. Sepupu NY State lebih banyak mampir ke toko baju anak-anak. Sepupu Iowa, ntahlah dia kemana. Sedangkan saya hanya mampir di J.Crew, dan Nautica.

Belanjalah barang-barang yang originally berasal dari Amerika, seperti Coach, Nautica dan J.Crews. Brand Inggris seperti Clarks hanya mengeluarkan sepatu keluaran lama dengan nomor terbatas. Oh ya tidak semua toko menyediakan barang diskon. Seperti Zumiez harganya sama dengan outletnya di NYC. Tshirt cool dan funky menurut anak saya tapi uelek tenan menurut mata saya dengan harga yang bikin maknya mengeleus dada, 500-750ribu Rupiah.

Kalau sudah capek belanja, hanya ada satu area tempat makan dengan beberapa restoran. Meski sudah lewat jam makan, tapi tempat duduknya puenuh banget. Sekalian kalau mau ke toilet mampirlah di area ini. Kalau tidak keburu beser menuju toilet yang letaknya berjauhan.

5. Tempat Makan

Makan di kota New York sangat beragam. Mulai dari Foodtrucknya yang iconic sampai fine dinning. Tentulah kelas saya cukup makan yang kelas budgeted. Harga cheese burger meal di mcD sekitar $8. Kalau bosen dengan merk burger itu, cobalah Shake Shack, burger mantap yang selalu antre belinya, tapi masih sekitaran harga McD. Dagingnya lebih tebal, kentangnya juga potongan besar bukan yang shoestring cut. Lebih kenyang lah pokoknya.

NYC_shakeshack
Gambar diambil dari website resminya ShakeShack. Gak sempet moto, keburu laper…

Sebenarnya saya kepingin berburu makanan food truck. Tapi Food truck yang ngetop tidak juga jumpa sampai hari terakhir di NYC. Dapatnya Cuma yang abal-abal tapi lumayanlah buat menikmati makan ala Newyorkers  di Central Park.

Advertisement

Membandingkan Jakarta dengan Bangkok (Bagian 2)

Di Bagian 1 sudah saya ceritakan tentang perbandingan Bandara, Transportasi umum dan tour lokal.  Berikut ini bagian yang kedua.

4. Wisata Budaya

Wisata budaya adalah salah satu yang dibanggakan Thailand selain wisata belanja. Yang paling top adalah kompleks istana keluarga kerajaan Thailand. Dalam kompleks itu terdapat bagian istana yang terbuka untuk umum, The Royal Grand Palace dan The Royal Temple (Wat Phra Kaew). Kuil kerajaan Wat Phra Kaew, terkenal karena adanya patung Budha dari batu jade. Patung Budha setinggi 66 cm ini dipahat dari sebongkah batu emerald utuh tanpa sambungan.

Continue reading “Membandingkan Jakarta dengan Bangkok (Bagian 2)”

Lima Cara Menikmati Prague

Prague adalah kota yang dibangun dengan seni tinggi. Jadi selain dinikmati secara cepat dengan bersepeda, Prague perlu dinikmati perlahan dengan berjalan kaki. Lalu enaknya ngapain aja di Prague? Berikut adalah beberapa kegiatan yang kami lakukan.

1.Menyusuri Charles Bridge

Hampir semua kota kuno di Eropa dibangun di bantaran sungai. Tak heran jembatan yang menghubungi kedua sisi sungai banyak yang menjadi bangunan iconic. Charles Bridge atau Karlův most adalah salah satunya. Jembatan yang dibangun abad 13 ini menghubungkan Prague Castle dengan daerah kota. Ibaratnya seperti jembatan yang dilalui raja saat turun gunung (bukit sih sebenarnya) mengunjungi rakyatnya.

Continue reading “Lima Cara Menikmati Prague”

Sisi lain Budapest

Hungaria terkenal dengan wine-nya. Saking enaknya wine dari Hungaria, konon Inggris mengimpor wine dari Hungaria, khusus untuk konsumsi keluarga kerajaan. Meski demikian dari sisi kuantitas, jumlah produksi wine Hungaria masih kalah jauh dari negara Eropa lainnya seperti Perancis, Italia dan Spanyol. Inilah alasan kami mengambil Winery Tour di pinggiran Budapest. Tepatnya di daerah Etyek, sekitar 30km dari Budapest. Pengen tahu juga sisi lain dari Hungaria selain kota tua. Sekaligus mengantisipasi kebosanan anak-anak dengan kota tua. Continue reading “Sisi lain Budapest”

Munich (3) yang Kekinian

Kami meneruskan perjalanan ke Olympic Park. Bis hop on hop off dengan tour guide si Oma sudah ganti dengan bis yang lain. Perjalanan hanya 15 menit menuju kompleks olahraga tersebut. Dalam jarak yang tidak terlalu jauh, masa kejayaan kuno Munich yang tercermin dari Istana Nymph, sudah diganti dengan kejayaan Munich masa kini yang modern. Meskipun Olympic Park dibangun tahun 1972, tapi arsitektur bangunan dan tamannya nampak modern.

Mun_bmwmap
Rute shuttle bus

Dalam kompleks tersebut terdapat  Olympic Stadium, Olympic Tower, Sea Life Aquarium, yang dapat dicapai dengan berjalan kaki. Bisa juga nyebrang ke samping kompleks melihat BMW World dan Musium BMW yang design bangunannya mencerminkan teknologi tinggi. Suami memutuskan nanti saja berjalan-jalan di area itu. Ia lebih mementingkan mendatangi Alianz Arena. Jadi kami segera naik shuttle bus lain yang khusus mengantar kami ke markas Bayern Munchen.

Sepuluh menit naik shuttle, nampaklah bangunan Alianz Arena yang khas itu. Tidak terlihat beton atau besi pada dinding luarnya, seperti stadion bola pada umumnya. Ada lapisan semacam plastik menutupi seluruh dinding luar yang memungkinkan stadion berpendar aneka warna di malam hari. Suami dan si Sulung terlihat sangat antusias, seperti pemain bola yang sudah tidak sabar akan bertanding.

Shuttle bis berhenti tepat di depan pintu gerbang stadion. Di bawah teriknya matahari dan suhu 35oC saat itu, kami berjalan menuju stadion. Di luar gedung kelihatannya sangat sedikit turis yang datang. Setelah masuk ke pintu utama, ternyata manusia semua isinya. Dalam ruangan ini, sebagian besar pengunjung sedang antri tiket masuk, sebagian lagi makan di food court.

Mun_AlianzArena

Tiket terdiri atas 3 jenis. Tiket museum + recorded guide seharga 12 Euro. Tiket stadion + live guide tour seharga 10 Euro. Atau kalau mau keduanya, pilih Tiket combo seharga 19 Euro. Tentunya harga tiket anak dan tiket grup beda lagi harganya. Suami ingin sekali ikut Tour ke Stadion. Sedangkan si Sulung ingin ke musiumnya. Saya dan si Bungsu tidak ingin ikut kedua tour. Buat apa bayar mahal cuma untuk liat lapangan rumput di stadion atau piala-piala bola di Musium, pikir saya. Tapi dipikir-pikir lagi daripada bengong nungguin, ya udah lah ikut aja sekalian. Setelah rapat keluarga singkat, akhirnya diputuskan kami semua ikut Tour ke Stadion.

Beres beli tiket, kami menunggu tour yang baru akan mulai 40 menit lagi dengan makan siang di foodcourt. Tidak banyak pilihan makanan di sini. Hanya ada sandwich dan sosis dengan rasa standar nyaris gak enak. Harga makanan masih normal sekitar 4 Euro, tapi harga minumnya mahal banget 2,5 Euro.

Ternyata semua orang yang makan di foodcourt adalah orang yang mau ikut Tour Stadion. Tournya memang dimulai di tempat makan ini. Masuklah sekitar 5 orang guide berbaju olahraga, membagi kerumunan orang itu dalam kelompok kecil berisi 40an orang. Setiap grup dipimpin oleh seorang tour guide, memulai tour dengan awal yang berbeda-beda.

Grup kami dipimpin oleh seorang tour guide laki-laki turunan Afro-Europian yang sangat energik dengan suara lantang terdengar oleh semua anggota. Beruntung sekali dapat guide ini. Kalau lihat grup lain ada yang guidenya sudah opa, ada juga yang guidenya wanita cantik tapi suaranya kurang keras.

Mun_insidestadion

Anggota grup terdiri dari berbagai Bangsa, Bahasa, umur, pokoknya beragam sekali. Keluarga kami satu-satunya yang berwajah Asia. Rute pertama adalah masuk stadion. Dijelaskan macam-macam jenis kursi di stadion berdasarkan harga tiket paling murah dan tiket seharga rumah mewah di Jakarta. Mengapa orang rela membayar tiket segitu mahal untuk nonton bola? Ia menjelaskannya dengan suatu situasi dalam pertandingan bola, dimana pemain bola yang kita jagokan tiba-tiba memasukkan goal di detik akhir pertandingan. Ia menanyakan bagaimana kami akan bereaksi. Sontak kami berteriak “Goal” dengan sangat kencang. Teriakan ini diadu berkali-kali hingga kami mendengar terikan gila paling keras yang bisa kami buat. Dengan tenang guide itu berkata,”Grup ini tidak sampai 50 orang, tapi suaranya sudah terdengar keras dan seru. Bayangkan bila ratusan ribu penonton berteriak seperti ini, dengan merasakan emosi yang sesungguhnya … Keseruan yang tidak terbayar harganya!” Wow….benar juga. Eh tapi saya sih mending uangnya buat beli rumah.

Selanjutnya kami dibawa mendekati lapangan rumput. Dijelaskan bagaimana stadion ini dirawat dengan teliti dan seksama. Betapa mahalnya merawat rumput tok, agar sesuai dengan standar internasional. Lalu kami digiring masuk ke ruang ganti para pemain bola tuan rumah Bayern Munchen, ruang ganti pemain tamu, ruang kedatangan para pemain saat turun dari bis, hingga ruang press conference.

Mun_ruangganti

Semua rungan diceritakan dengan detail dan seru sehingga kami bisa membayangkan bagaimana keadaan sebenarnya. Perlahan saya terbawa suasana menyenangi tour ini dan merasa sudah menjadi pencinta bola. Klimaksnya adalah saat kami dibagi menjadi 2 baris, seolah-olah kami dua team sepak bola yang akan bertanding. Kami masuk ke suatu ruangan dimana biasanya kedua team yang akan bertanding pertama kalinya saling bertemu muka. Diiringi reffrein lagu UEFA Champions League Anthem yang megah, kami benar-benar merasakan serunya suasana pertandingan yang penuh persaingan tapi sportif. Hiiih jadi merinding….

Tour diakhiri di luar stadion, dimana guide menjelaskan lapisan luar stadion yang terpuat dari panel plastik khusus. Dijelaskan bagaimana panel berpendar di malam hari, bagaimana teknologi plastik itu ditemukan, dan mahalnya biaya perawatan. Potongan plastiknya ditunjukkan dan diedarkan ke seluruh grup. Tour diakhir dengan kesan yang mendalam dan kami segera bubar. Kami menyempatkan mampir ke toko souvenir Bayern Munchen dan membeli sesuatu untuk kenang-kenangan.

mun_bmwmuseum.jpg

Shuttle bus membawa kami kembali ke Olympic Park. Kami memutuskan tidak akan berjalan-jalan di arena olahraga lagi. Kami memutuskan untuk ke Musium BMW, yang gedungnya nampak keren dan hi-tech. Jalan dari bus stop ke musium sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi heatwave yang sedang melanda benua Eropa cukup ampuh membuat kami kepayahan. Kami merasa semakin “lemas” saat melihat harus beli tiket masuk lagi. Harga tiket perorangan 10 Euro. Kami membeli tiket untuk keluarga 24 Euro, untuk 2 dewasa dan 3 anak dibawah 18 thn. Terus terang pengeluaran membeli tiket ini unbudgeted hehehe…mikirnya gratisan melulu sih.

Musium BMW berisi replika berbagai produk BMW mulai dari motor, mesin pesawat, mobil, hingga yacht berikut sejarahnya. Penjelasan ditulis dalam 2 bahasa, Inggris dan Jerman. Entah karena capek atau memang gak terlalu minat ke museum ini, saya tidak ingin berlama-lama di sini. Sebaliknya, anak-anak sih seneng-seneng aja. Malah masih mau lanjut berrjalan ke gedung sebelah menuju BMW World. Tempat ini berisi mobil BMW keluaran terbaru. Ada juga Mini Cooper dipamerkan disitu.

Mun_BMW

Kaki saya sudah cenut-cenut rasanya saat menuju bus. Ditambah dengan panasnya udara saat itu, membuat saya dehidrasi dan tidak lagi terlalu menikmati tour selanjutnya di dalam kota. Kami menikmati saja dari jendela bis, sisa rute hari itu. Sambil mendengarkan penjelas tour guide.

Melewati Schwabing  dan English Garden, terlihat banyak sekali orang Jerman yang berjemur dengan pakaian renang di pinggir sungai yang mengering, gak ada indah-indahnya. Kalau kami si orang tropis ini kepayahan dengan teriknya matahari, mereka malah bersukacita menjemur diri menikmati sinar matahari yang berlimpah. Pantesan mereka melotot kalau ke Bali. Pemandangan sungai yang mengering dibandingkan dengan pantai-pantai di Indonesia nampak jauuuuh banget keindahannya. Bagai langit dan bumi.

Kami tidak mampir di Pinakotheken, karena sudah lelah untuk masuk musium lagi. Kami juga melewati saja Odeonsplatz dan Max-Joseph-Platz. Terus terang saya tidak bisa membedakan ketiga tempat itu karena bentuknya mirip-mirip. Kami memutuskan berhenti di Marien Platz untuk mencari makan malam.

Sebenarnya masih terlalu sore untuk makan malam. Tapi kami sudah berencana makan makanan khas Munich yaitu Weißwurst, sosis putih yang disajikan dengan mustard manis dan pretzel. Salah satu tempat yang direkomendasikan oleh Tripadvisor adalah Weisses Brauhause. Lokasinya dekat dengan bus stop bis HOHO, persis di pojokan jalan. Depan restaurant ada meja kursi di bawah payung besar. Kami lebih memilih masuk ke dalam restaurant, supaya lebih adem dan agak kosong. Biar bule-bule yang nyari matahari aja yang duduk di luar.

mun_weissesbrauhaus.jpg

Seorang pelayan cantik berbadan tinggi besar menyambut kami dengan ramah. Betapa kecewanya kami saat hendak memesan Weißwurst, makanan itu hanya disajikan untuk sarapan. Setelah lonceng gereja berdentang 12 kali pada siang hari, maka sosis itu tidak dihidangkan lagi. Seperti Cinderela kesiangan, kami merasa bodoh karena tidak browsing dulu mengenai hal ini. Si mbak pelayan dengan ramahnya menawarkan makanan lain yang katanya masih khas Munich. Kami setuju dengan sarannya, jadi kami memesan 1 pork knuckle dan 1 sosis plater. Kami minta piring kecil untuk sharing makanan, karena saat ini belum jam makan malam, masih belum ingin makan banyak. Tidak lupa kami pesan juga bir dingin non alcohol.

mun_food.jpg

Saat pesanan dihidangkan, ternyata porsinya besar sekali. Untung kami hanya memesan 2 porsi. Porsi itu lebih dari cukup sebagai porsi makan malam kami berempat. Sampai begah kami menghabiskannya. Bagaimana dengan rasa makanannya? Enyak sekali. Pork knuclenya gurih dan kulitnya garing. Mashed potatonya lembut dan kenyal, mungkin dicampur dengan galantine. Sosis platternya ada juga sosis yang warnanya putih. Tapi apakah itu sosis yang sama dengan sosis ala Munich? Gak tau juga. Yang jelas semua sosis punya rasa yang khas dan enak.

Satu porsi makanan itu harganya sekitar 12 Euro. Birnya 3 Euro kalau tidak salah. Satu gelas juga cukup untuk berdua, karena gelasnya tinggi dan besar. Si mbak pelayan yang lancar berbahasa Inggris itu, kami panggil kembali untuk minta bon. Dia memegang satu alat seperti EDC yang membantunya memesan makanan dan memprint bon langsung. Kami membayar dengan menyisihkan tips untuk si Mbak. Tips di Jerman is a must. Jumlahnya gede juga sekitar 10%.  Tagihan kami saat itu 36,5 Euro. Saya kasi 1 lembar 50 Euro dan minta kembalian 10 Euro. Jadi si mbak tahu, tipsnya 3,5 Euro.

Kami kembali lagi ke hotel masih dengan bus HOHO. Sempat mampir juga ke salah satu supermarket yang lumayan besar namanya “Aldi”. Kami membeli dalam jumlah banyak Knoppers untuk oleh-oleh. Knoppers sejenis wafer coklat kacang yang rasanya enak tapi harganya murah dan sangat enteng. Cocok buat dijadikan oleh-oleh makanan khas jerman buat kerabat di Jakarta.

Belgia, harusnya tidak sekedar Oldtown

Hari kesembilan tour di Eropa. Kami mengawalinya dengan American breakfast di Paris, lanjut makan Chinese food siang hari di Belgia dan berakhir di Belanda untuk santap malam masakan Indonesia. Seru dan aneh kelihatannya, mengunjungi banyak negara dalam sehari dan makan aneka makanan yang aslinya berasal dari luar Eropa. Sesungguhnya hari itu saya tidak merasa seru… hari itu saya sudah memasuki titik jenuh. Continue reading “Belgia, harusnya tidak sekedar Oldtown”

Italia Bagian 2 – Pisa

Mengingat-ingat perjalanan dua setengah tahun yang lalu ke Eropa meski tidak traveling sendiri, tetap menyisakan kenangan yang indah. Memang kurang challenging karena kita tidak perlu mikir banyak mau kemana, makan dimana, naik apa, dan seterusnya. Perjalanan cenderung santai. Sangat santai malah. Cocok buat orang yang sudah stress dengan beban kerja kantor yang menghimpit.

Hari kedua kami di Eropa masih di negara Italia. Pagi jam 8 kami sudah check out dari hotel di Roma karena akan bergerak ke kota Florance – Pisa. Jarak Roma ke Pisa yang ada di utara Italia sekitar Continue reading “Italia Bagian 2 – Pisa”

Makan di Jepang

Berapa banyak sih budget sekali makan di Jepang? Tentunya harga tergantung dengan apa yang kita makan, makan di pinggir jalan atau fine dinning, dan makannya banyak apa imut kayak kucing. Teman saya menambahkan, tergantung juga dengan berapa piring yang kita pecahin.

Hari pertama di Tokyo kami makan di “warung” udon di salah satu gang jalan. Saking sempitnya warung tersebut, mereka tidak menyediakan kursi untuk pengunjungnya. Benar, kami makan sambil berdiri di meja tinggi. Ruangan yang sempit itu terdiri dari vending machine untuk memesan, meja panjang di sekeliling tembok, dan dapur yang memakan tempat setengah dari ruangan. Continue reading “Makan di Jepang”