Prague adalah kota yang dibangun dengan seni tinggi. Jadi selain dinikmati secara cepat dengan bersepeda, Prague perlu dinikmati perlahan dengan berjalan kaki. Lalu enaknya ngapain aja di Prague? Berikut adalah beberapa kegiatan yang kami lakukan.
1.Menyusuri Charles Bridge
Hampir semua kota kuno di Eropa dibangun di bantaran sungai. Tak heran jembatan yang menghubungi kedua sisi sungai banyak yang menjadi bangunan iconic. Charles Bridge atau Karlův most adalah salah satunya. Jembatan yang dibangun abad 13 ini menghubungkan Prague Castle dengan daerah kota. Ibaratnya seperti jembatan yang dilalui raja saat turun gunung (bukit sih sebenarnya) mengunjungi rakyatnya.
Jembatan batu yang kokoh ini dihiasi banyak patung-patung. Ada yang menceritakan cuplikan kisah Alkitab, ada juga patung para Santo. Yang saya kagumi adalah sebagian besar patung ini menunjukkan emosi. Kebanyakan sih emosi sedih atau ketakutan. Bahkan ada patung anjing yang mukanya keliatan seperti orang yang geblek dan tengil. Seolah-olah patung ini sebelumnya pernah hidup ….hiiiii.

Memang jembatan Raja Charles ini agak spooky sih menurut saya yang penakut ini. Bayangkan berjalan di jembatan ini sendirian, dari kota menuju istana, saat hari sudah gelap dan suasana berkabut. Setting seperti ini mengingatkan saya akan film-film vampir. Anehnya gambaran jembatan yang cantik tapi seram ini banyak dilukis oleh seniman yang keleleran di atas jembatan.

Charles Bridge saat ini adalah pusat turis. Turis dari berbagai bangsa tumplek blek di jembatan ini. Apalagi di musim panas. Tidak ada orang yang lewat jembatan ini sekedar untuk buru-buru nyebrang. Semuanya jalannya santai sambil foto-foto, dengerin orang ngamen, lihat lukisan yang dijual, beli knick-knack souvenir, bahkan ada yang duduk manis untuk dilukis.
Kalau Suami punya tujuan lain melewati Charles Bridge. Dia terobsesi mencari warung tredlo yang dilihatnya di pertunjukan TV “Street Food Around The World” yang dipandu Ishai Golan. Tredlo adalah roti kopong berbentuk silinder yang bertabur gula. Cara memasaknya unik. Adonan roti dililitkan di besi dan diletakkan di atas bara api sambil diputar. Warung yang dicari, ada di ujung bawah jembatan arah istana. Suami senangnya bukan main. Tapi setelah rotinya dimakan, ternyata rasanya biasa aja …hahaha.
Saat menunggu ayahnya membeli tredlo, si Sulung dan si Bungsu ternyata asik menonton duo pengamen yang bernyanyi diiringi gitar. Menurut mereka, pengamen ini juga youtuber yang mereka suka tonton. Pantesan, penontonnya banyak banget sampai bikin macet lalulintas manusia. Lagunya semuanya lagu hits yang umum kita dengar. Dari mulai lagu 80an seperti “Hey Jude” hingga lagu tahun 2000an seperti “I’m Yours”. Jadilah kami ikut nongkrong nonton pengamen elite ini sambil makan tredlo yang rasanya biasa aja itu.
Hal unik lainnya dekat Charles Bridge adalah “Tourture Museum”. Kami sama sekali tidak tertarik mengunjungi musium itu. Lagi happy-happy liburan kok mengunjungi tempat yang seram dan sadis. Memang Prague adalah kota cantik dengan latar belakang sejarahnya yang kelam. Makanya selain hal-hal sadis, banyak cerita mistis yang membungkus sejarah kota ini. Bahkan ada banyak travel agent yang menjual “Ghost Tour”. Tour dengan jalan kaki ini menceritakan sudut-sudut spooky kota Prague yang dimulai jam 21.00 dekat Tourture Museum. Awalnya si Sulung tertarik pengen ikut. Tapi karena tak seorang anggota keluarga yang “sudi” menemaninya ikut tour ini, akhirnya dia membatalkan keinginannya.
2. Menjelajahi old town dan new town
Setiap orang punya gayanya sendiri saat traveling. Saya termasuk yang senang menikmati hal baru tanpa ingat untuk mengabadikannya dalam foto. Sebaliknya, Suami senang mengabadikan keluarganya saat wisata. Sampil si Sulung suka kesel, “Paaaa …udahlah fotonya.”
Tempat wajib foto di Praha selain di Charles Bridge adalah di sekitar Old town. Saat musim panas seperti ini, turisnya mak …bejibun. Wajarlah lah karena Prague termasuk salah satu kota wajib kunjung bagi para pelancong dari seluruh dunia. Para turis ini tidak dalam kesadaran penuh. Artinya sambil jalan mereka lagi asik makan camilan, lagi terpesona mememperhatikan suatu bangunan, lagi takjub liat pengamen jalanan, atau lagi mundur-mundur ngambil foto yang tepat. Jadi kesenggol dan ketabrak orang menjadi hal yang wajar. Selain wasapada menghindari tertabrak orang, juga selalu waspada dalam membawa tas dan kamera anda, karena copetnya juga banyak.

Pusat perhatian di Old town adalah Astronomical Clock. Jam yang menunjukkan posisi matahari, bulan dan zodiak ini dibuat oleh profeser matematika Prague pada tahun 1410. Kumaha cara bacana? Teuing …. Googling aja “astronomical clock prague works” maka akan banyak page youtube yang menjelaskan. Jam ini akan berdentang 3 jam sekali, lalu jendela di tower paling atas akan terbuka dan terlihat 12 patung Rasul-rasul Injil yang “melongok” di jendela secara bergantian.
Di sekitar Old town, ada banyak bar, restaurant, warung tredlo, toko souvenir dan juga ada toko permen. Entah kenapa, anak-anak senang sekali berkunjung ke toko home made candy ini. Setahu saya toko permen seperti itu ada di Jakarta, tapi tetap saja anak-anak senang dan beli beberapa botol permen yang harganya cukup murah untuk oleh-oleh temannya.
Jalan perlahan menikmati old town Prague, anda akan merasa terperangkap ke masa lalu saat kerajaan Eropa sedang berjaya. Tata kota Prague bisa dinikmati hampir mirip dengan keadaan aslinya beratus tahun yang lampau, karena Prague merupakan salah satu kota di Eropa yang tidak hancur terkena bom saat Perang Dunia. Kalau sempat naiklah ke Town Hall Tower untuk mendapat bird view kota.

Bergeser sedikit dari kota tua, kami mengarahkan kaki kami ke Wenceslas Square, salah satu alun-alun kota Prague yang sedikit tersentuh hal-hal kekinian. Alun-alun Wenceslas terhitung bagian dari new town (Nové Město) bukan old town lagi. Padahal didirikannya menjelang abad 14. Yaaah 1000 tahun lebih muda lah dari Old Town. Di alun-alun yang lebih mirip boulevard ini, berjejerlah toko-toko dari brand terkenal. Tapi berhubung kami sudah berjalan cukup jauh hari itu, semangat belanja anak-anak juga mulai menurun. Menurut mereka, belanjanya mending di Jakarta aja, karena harganya sama aja dan tidak ada yang menarik koleksinya (cihuy …dompet orang tua terselamatkan). Jadi kami hanya memasuki 2 toko, duduk di tengah boulevard, foto 1-2 kali lalu berjalan pulang menuju hotel.
Oh ya…kami menghindari berjalan malam hari di Prague. Bukan karena ghost story yang beredar, tapi karena banyaknya turis yang berpesta dan mabuk-mabukan. Hati-hati memilih hotel, hindari tempat yang tidak ada jam malamnya, dimana suara musik keras bisa berlangsung sepanjang malam.
3. Menonton Pertunjukan Musik
Semula kami berencana menonton pertunjukan musik klasik di Budapest. Tapi ternyata pertunjukkan musik klasik di Prague lebih banyak pilihannya. Setiap hari ada 5-6 pertunjukan musik yang diadakan di gereja-gereja tua atau gedung pertunjukan kuno. Pertunjukan ini sangat beragam kelasnya. Mulai dari kelas elite yang dipadu dengan makan malam glamour, hingga pertunjukan sederhana yang karcisnya dijual di jalan-jalan.
Seperti yang sudah diduga, kami memilih yang sederhana saja. Tiket pertunjukan yang dijual di depan gereja-gereja kuno mulai dijajakan di siang hari untuk pertunjukkan sore hingga malam hari. Saat kami lewat pertama kali, ditawarkan karcis seharga 2 dewasa dan 2 pelajar untuk keluarga kami. Kami mengeluarkan jurus “jual mahal” bak belanja di Mangga Dua. Mereka langsung memanggil kami lagi dan menawatrkan tiket gratis untuk si Bungsu karena masih terhitung anak-anak. Kami masih jual mahal dan berlalu. Sore hari, sekitar 20 menit sebelum pertunjukan mulai, kami lewat tempat yang sama, dan kali ini kami ditawari 4 karcis harga pelajar untuk keluarga kami. Saya masih nawar minta gratis buat si Bungsu karena masik anak-anak. Eh ternyata dikasih. Dengan nyengir lebar, kami membeli 3 tiket harga pelajar untuk keluarga kami.
Kami memasuki suatu chapel kecil dengan design interior kuno yang cantik. Sayangnya saya lupa nama chapelnya. Sebenarnya dilarang berfoto disini. Tapi saya sempat foto bagian belakang dimana terdapat orgel di bagian atas, langit-langit chapel yang melengkung indah dan bagian altar. Bagian depan chapel sayangnya sebagian besar hanya lukisan besar menutupi bagian aslinya yang nampaknya sudah rusak. Untungnya bagian kanan kiri interior masih asli. Ada ceruk-ceruk yang berisi patung-patung dengan meja berhiaskan lilin. Kursi yang kami duduki adalah bangku panjang khas gereja khatolik dengan bantalan tempat berlutut.


Meski suasananya benar-benar suasana gereja kuno, tapi pengunjung konser adalah asli turis yang bajunya santai banget, termasuk keluarga kami. Udah cuma pakai t-shirt, bau keringat lagi karena kebanyakan jalan di panas yang terik. Untungnya gereja yang tidak ber-AC ini terasa sejuk.
Pertunjukannya sendiri sih menurut saya tidak spektakuler banget. Pemainnya hanya 5 pemain musik gesek, 1 pemain orgel, dan 2 penyanyi. Pakaian mereka nampak seperti jas lusuh yang setiap hari dipakai untuk perform. Tapi mereka bermain dengan sempurna, menurut kuping saya yang awam ini. Lagu klasik yang dimainkan juga lagu klasik popular yang sering kita dengar. Misalnya “Air”nya Bach, “Four Season”nya Vivaldi, dan “Eine Kleine Nachtmusik”nya Mozart. Pikiran saya terbawa mengawang-awang ke masa lalu, terlena dengan alunan musik. Lengkap sudah tour kami dengan memanjakan mata atas keindahan kota Praha, hingga memanjakan telinga atas musik klasik yang indah.
4.Menikmati Makanan Lokal
Sebagai kota turis, restoran di kota Praha dihiasi dengan beragam kuliner dari manca negara seperti masakan Itali, masakan Amerika, hingga masakan China. Kalau benar-benar ingin menikmati masakan asli Czech carilah tulisan Czech Cuissine di menu. Hindari makan di restaurant di pusat oldtown. Kecuali anda memang tidak merasa sungkan membayar lebih. Melipir sedikit ke pinggiran, ada banyak restaurant yang ngumpet dibalik taman atau dibalik tembok batu, dan tetap penuh pengunjung, nah biasanya harganya lebih affordable.
Orang Czech seperti orang Jawa Tengah, doyan makanan manis untuk menu utamanya. Agak kurang cocok dengan lidah kami yang doyan asin dan pedas. Dumpling atau “knedliky” adalah makanan pokoknya. Tidak seperti arti harfiahnya yaitu “pangsit”, tapi dumpling mereka rasanya seperti roti bakpao yang manis dan teksturnya seperti bakpao yang dipenyet-penyet campur air dikit.

Temennya knedliky ini bisa daging yang disemur pakai red wine, atau bebek panggang. Terus terang, saya kurang suka rasa bakpao penyet campur semur ini. Yaah paling tidak udah ngerasain jadi gak penasaran. Seandainya ditawarin lagi …hhhmmm mungkin saya cari makanan lain.
Sempat makan di “Bar-bar Restaurant” yang dapat rating bagus di Tripadvisor. Salah satu waitressnya bisa berbahasa Indonesia sedikit. Selidik punya selidik dia pernah tinggal di Jogja beberapa minggu. Pasti doyan gudeg…karena sama-sama manis seperti knedliky.
Si waitress menawarkan selembar kertas print baru berisi Lunch special hari itu. Pilihannya hanya dua yaitu mashed potato dengan roast turkey dan home made burger. Suami dan anak-anak takut terjebak makan semur, mereka pilih aman mesen burger. Ternyata gak salah saya pilih yang unik, roast turkey. Mashed potatonya creamy lembut dan turkeynya gurih enak. Kami menghabiskan sekitar 130 Koruna per orang sudah termasuk minum cola dingin (1 CZK = Rp 550). Tidak terlalu mahal untuk restaurant yang bagus seperti itu. Sepertinya harga murah itu karena menu special lunch deh. Karena kalau lihat harga regular untuk menu lainnya bisa 180 CZK belum termasuk minum.

Kalau untuk makanan pinggir jalan, kita bisa menjumpai kedai babi guling. Kedainya menarik perhatian, karena asap dari kayu bakarnya mengepul di pemanggang. Sepintas harga yang ditawarkan terlihat murah hanya 75 CZK. Tapi jangan terjebak seperti kami. Ini adalah harga per ons. Saat saya memesan 1 porsi, si penjual yang tidak bisa berbahasa Inggris mengiris hampir 4 ons daging. Belum lagi side dishnya berupa kentang dan sayur acar ditambahkan segabruk tanpa banyak tanya. Alhasil total harganya mendekati 400 CZK. Untung rasanya enak. Asapnya membuat daging tersebut berasa khas. Kulitnya juga menjadi crispy. Salah satu makanan terenak selama perjalanan kami.
5.Belanja
Menurut saya, Prague bukanlah kota belanja. Saat melihat deretan toko di Wenceslas Square, dan mengelilingi mall Paladium, tidak ada yang membuat saya tergerak untuk belanja. Tapi buat anak-anak yang merasa jalan-jalan kami kali ini sepi belanja, maka saat hari terakhir kami ke Paladium mereka bertekad baja untuk belanja.
Si bungsu tertarik dengan sepatu keds Air Jordan yang katanya jarang di Indonesia. Harganya sih sama aja seperti harga sepatu di Indonesia. Tapi ya sudahlah …emak-emak ini akhirnya mengalah membelikan sepatu untuk si Bungsu dan baju untuk si Sulung.
Belanja masih lanjut lagi di airport saat kami pulang. Biasalah coklat-coklat buat temannya. Saya dan suami sudah duduk pasrah menunggu mereka hilir mudik di toko menghabiskan uang koin.
