Bepergian antar negara di Eropa paling nyaman memang naik kereta. Sudah sering saya posting perjalanan suka duka kami naik kereta di Eropa. Naik bis juga sudah pernah saat ke eropa pertama kali dengan travel agent. Untuk petualangan baru, kami ingin mencari moda transportasi yang lain saat menuju Amsterdam dari London. Kami menghindari naik pesawat. Terlalu singkat perjalanannya dan kurang asik. Kami memilih naik kapal ferry!
Mengintip Markas Chelsea FC
Sudah bisa diduga, keinginan mengunjungi Stamford Bridge, markasnya Chelsea Football Club adalah keinginan Suami. Pokoknya tour da Europa League lah judulnya. Sebenarnya awalnya hanya ingin Tour Bundesliga saja. Dengan tour pertama ke Allianz Arena pada 2 tahun lalu, maka tahun ini akan dilanjutkan ke Rhein Energie Stadion markasnya FC Köln yang tepat di samping kost si Sulung. Daftar berikutnya lanjut ke Dortmund, sekitar 1.5 jam naik kereta dari Köln, untuk melihat markas Borussia Dortmund, yaitu Westfalen Stadion. Kebetulan jalan-jalan kali ini kami menjemput si Sulung yang kuliah di Köln sebelum jalan ke London.
Sayangnya saat di Köln, kami hanya sempat melihat Rhein Energie Stadion dari luar. Berkali-kali malah … saat berkunjung ke kost si Sulung. Sedangkan Westfalen Stadion yang sudah dijadwalkan untuk dikunjungi, sama sekali tidak sempat ditengok. Oleh karena itu saat tiba di London, kunjungan ke Stamford Bridge menjadi agenda wajib dan mengorbankan tujuan ke Greenwich.
Menyingkap Sihir Harry Potter
Inggris, terutama di London, sangat erat hubungannya dengan film layar lebar berseri terkenal Harry Potter. Tidak seperti Belgia yang kurang mengeksplor tokoh fiktif asal Belgia seperti Smurf dan Tintin, London benar-benar memanfaatkan Harry Potter sebagai salah satu icon tujuan wisata.
Di King Cross Station, dengan mudah kita akan menemukan Platform 9 ¾ menuju Hogwarts dengan trolley Harry Potter yang masuk ke dinding separuh. Tidak jauh dari situ juga ada Harry Potter Shop, toko souvenir yang menjual pernak-pernik dunia sihir Hogwarts. Dari mulai jubah siswanya yang khas, permen aneka rasa hingga aneka tongkat sihir, ada di sana.
Kalau hanya mencari merchandisenya, tidak perlu jauh-jauh ke Warner Bross Studio, di pinggiran London. Cukup ke tokonya di King Cross Station. Tapi kalau mencari sensasi yang lebih dalam, maka studio ini wajib dikunjungi.
London di Hari Pertama 2017
Hingar-bingar London di malam pergantian tahun tidak kami rasakan saat kami keliling kota keesokan harinya. Jalanan sepi. Tidak terdengar klakson mobil yang gak sabaran, karena jumlah mobil pribadi di jalan raya berkurang. Yang nampak sibuk adalah petugas kebersihan dan truk sampahnya mengangkut sampah yang berserakan di jalan sisa pesta semalam.
Kami bangun kesiangan karena habis begadang. Sebagian besar penghuni hotel juga bangun siang. Hingga sarapan di Jam 10 pagi penuh hingga sudut ruangan. Bus City Tour yang kami naiki agak sepi. Kebanyakan isinya turis asia. Bahkan kami bertemu 2 keluarga turis dari Indonesia.
New Year’s Eve in London
Di pagi kelabu yang berkabut dan dingin menjelang tahun baru 2017, kami memulai perjalanan pertama keliling London. Karena malas mempelajari rute bis dan subway London, saya memesan online beberapa hari sebelumnya ticket Big Bus untuk satu keluarga. Big Bus adalah salah satu bis city tour yang bisa hop on dan hop off di beberapa landmark kota, Misalnya Big Ben, Buckingham Palace, Piccadilly Circus, Harrods, dll.
Sok-sokan kami berempat memilih duduk di bagian atas bus double decker ini yang terbuka atapnya. Hanya satu turis bule yang ada di atas, sementara sebagian besar memilih duduk di bawah yang ada heaternya. Lumayan lama kami bertahan di atas. Bahkan saya sempat memotret London Bridge dan Big Ben yang berselimut kabut dengan jari yang kaku membeku. Tigapuluh menit kemudian kami semua turun termasuk si turis bule karena dingin sudah mengigit tulang.
Tips Berbelanja di London
Tips belanja ini ditulis oleh orang yang “gagap fashion” dan lebih sering belanja groceries dibanding belanja fashion. Fakta yang ditulis akurat tapi selera belanjanya diragukan. Pertimbangkan fakta ini sebelum anda melanjutkan membaca.
Tidak bisa dipungkiri saat menjejakkan kaki di London, langsung terbayang dompet akan menipis karena mata- anak-anak terbelalak melihat etalase toko-toko yang ditata dengan cantik merayu calon pembeli. Keadaan itu bisa diibaratkan seperti saat mereka balita dan saya membawa mereka ke toko mainan dengan membisikkan pesan, “Gak usah beli ya sayang …lihat aja.” Yah sudah pasti lah mereka akan tantrum.
London Kota Mahal dan Sibuk
Memasuki kota London melalui stasiun kereta St. Pancras International di malam yang dingin akhir Desember 2016, kami tidak bisa menutupi perasaan girang dan antusias saat keluar dari peron. Kami disambut deretan toko-toko bermerk di koridor stasiun. Bagian depan deretan toko itu seperti ditutup dinding kaca yang lebar dan panjang. Sementara bagian belakang toko nampak lengkungan dinding bata merah yang khas, memadukan nuansa kuno dengan glamournya Inggris. Bingung jadinya. Mau window shopping dulu atau mau cari informasi dulu. Yang pasti badan sudah capek karena sebelumnya kereta delay lebih dari 3 jam di Belgia.
Perjalanan Kereta ke Inggris Pasca Brexit
Pada akhir Desember 2016, kami sekeluarga melakukan perjalanan kereta dari Cologne, Jerman menuju London, Inggris. Awalnya kami mengira perjalanan kereta antar negara di Eropa ini tak jauh beda dengan perjalanan kereta kami sebelumnya ke Budapest dan ke Praha. Dimana Vini-Vidi-Go berlaku. Kudatang ke stasiun, kulihat keretanya dan berangkaaaat. Kami lupa atau tepatnya mengabaikan fakta bahwa Inggris termasuk Europe Union (EU) tapi tidak termasuk dalam Schengen Countries.
Saat membeli tiket kereta secara online di perusahaan kereta Jerman saya sempat heran dengan transit time yang lumayan lama (77 menit) di Brussels. Saya kaget juga dengan harganya yang mahal 70 Euro/orang untuk second class (Saya selalu terkesiap dengan harga mahal…) Berarti saya harus membayar 280 Euro untuk 4 orang atau setara dengan 4 juta Rupiah atau setara dengan budget Airline Jakarta Surabaya pp.
Continue reading “Perjalanan Kereta ke Inggris Pasca Brexit”
Mengurus Sendiri Visa UK/Inggris di Jakarta dan Jerman
Pada dasarnya mengurus visa sendiri itu mudah. Asalkan data diri kita lengkap, tujuan bepergian jelas dan ada dana yang cukup untuk membiayai perjalanan. Berdasarkan keyakinan itulah saya mengurus sendiri pembuatan Visa UK atau Visa Inggris untuk traveling sekeluarga tanpa bantuan travel agent, sama seperti pengurusan visa kami sebelumnya.
Yang unik dalam pembuatan visa Inggris kali ini adalah, saya mengurus semua pengisian dan kelengkapan dokumen untuk anggota keluarga di Jakarta (Saya, Suami dan si Bungsu), dan juga untuk si Sulung yang sedang study di Jerman, yang akan mengurus penyerahan dokumennya di Jerman.
Continue reading “Mengurus Sendiri Visa UK/Inggris di Jakarta dan Jerman”
Cirebon yang naik Daon
Judul yang agak dipaksakan rimanya. Meskipun benar artinya. Cirebon 2-3 tahun ini mulai dilirik wisatawan lokal. Utamanya wisatawan Jakarta yang mencari tempat alternative liburan selain Puncak dan Bandung. Bahkan sejak April 2016, Mentri Pariwisata menetapkan Cirebon sebagai salah satu destinasi wisata unggulan yang harus siap mendunia. Saya saja sudah 3 kali one day tour ke Cirebon dengan 3 grup yang berbeda.
Perjalanan Menuju Cirebon
Pertama kali ke Cirebon September 2014, saya naik kereta dari Stasiun Gambir. Berangkat jam 6 pagi dan tiba 3 jam kemudian. Naik kereta menjadi perjalanan yang menyenangkan buat anak-anak, karena memang kami jarang naik kereta. Kursi kereta yang bisa diputar ke arah berhadap-hadapan atau menghadap jendela, menjadi permainan yang mengasikkan. Kalau masih ngantuk karena harus ke Gambir jam 6 pagi, bisa melanjutkan tidur di kereta dengan nyaman. Continue reading “Cirebon yang naik Daon”