Sudah bisa diduga, keinginan mengunjungi Stamford Bridge, markasnya Chelsea Football Club adalah keinginan Suami. Pokoknya tour da Europa League lah judulnya. Sebenarnya awalnya hanya ingin Tour Bundesliga saja. Dengan tour pertama ke Allianz Arena pada 2 tahun lalu, maka tahun ini akan dilanjutkan ke Rhein Energie Stadion markasnya FC Köln yang tepat di samping kost si Sulung. Daftar berikutnya lanjut ke Dortmund, sekitar 1.5 jam naik kereta dari Köln, untuk melihat markas Borussia Dortmund, yaitu Westfalen Stadion. Kebetulan jalan-jalan kali ini kami menjemput si Sulung yang kuliah di Köln sebelum jalan ke London.
Sayangnya saat di Köln, kami hanya sempat melihat Rhein Energie Stadion dari luar. Berkali-kali malah … saat berkunjung ke kost si Sulung. Sedangkan Westfalen Stadion yang sudah dijadwalkan untuk dikunjungi, sama sekali tidak sempat ditengok. Oleh karena itu saat tiba di London, kunjungan ke Stamford Bridge menjadi agenda wajib dan mengorbankan tujuan ke Greenwich.
Dari hotel kami di Euston menuju Stamford Bridge di daerah Fulham dibutuhkan waktu sekitar 40 menit dengan 2 kali naik kereta. Perjalanan yang cukup jauh hanya untuk melihat lapangan rumput doang…menurut saya.
Kami tiba di Fulham Broadway Station menjelang makan siang. Stasiunnya sepi karena lokasinya di area perumahan. Agak aneh mengingat Chelsea alias The Blues merupakan pemain besar di Premiere League. Kami berjalan melewati deretan perumahan yang sepi sekitar 500 meter dan tidak percaya saat tiba di halaman depan stadion. Gini aja neh? Kecil banget …
Mungkin saya terlalu membandingkan Stamford Bridge dengan Allianz Arena markasnya Bayern Munchen yang kami kunjungi 2 tahun lalu. Allianz terlihat megah dari kejauhan sedangkan The Bridge tampak nyempil kayak upil. Didirikan tahun 1877, membuat stadion ini susah melakukan pemekaran karena sudah sesak dikitari area perumahan. Rencana mereka sih akan merenov stadion ini agar dapat menampung penonton lebih banyak pada tahun 2021.
Berhubung sepi dan gate utamanya kurang megah, kami celingak-celinguk mencari petunjuk. Tidak ada petunjuk yang jelas di halaman depan, jadi kami nanya satpam dimana tempat beli tiket untuk tour stadion. Sesuai petunjuk satpam, kami masuk toko kecil yang memang khusus menjual ticket. Harga tiket Stadium Tour 22 Pounds untuk dewasa dan 15 Pounds untuk anak. Mehong boook ….Kita bisa irit 2-3 Ponds kalau beli tiketnya online.
Ada 2 kali tour dalam sejam. Jam tour yang tertera di tiket kami masih 1.5 jam lagi. Jadi kami masuk museumnya Chelsea dulu di lantai 2. Meskipun bukan pencinta bola, saya cukup menikmati museum Chelsea. Mungkin karena isi musium didominasi warna biru, warna kesukaan saya. Halaah…
Pajangan sejarah, piala, perubahan logo disajikan sangat menarik dan atraktif. Kita tidak hanya bisa foto-foto tapi juga bisa mengikuti aktivitas simulasi digital. Misalnya melakukan tendangan pinalti. Tidak bosan-bosan si Sulung dan Suami menendang bola sudah serasa pemain Chelsea.
Saya dan si princess Bungsu menemukan unsur Indonesia di museum ini. Apakah itu? Ada piala besar berkalungkan pita Bank BNI 😀 Piala itu diberikan saat pertandingan persahabatan antara Chelsea dengan team bola Indonesia (gak tau team yang mana …)
Buat saya, setengah jam di Museum ini sudah cukup lah. Tapi buat Suami dan si Sulung yang sangat antusias, diperlukan minimal 45 menit.Mengingat waktu tunggu tour yang masih lama, maka saya mengalah untuk lebih lama menghabiskan waktu di musium.
Limabelas menit menjelang waktu tour, kami sudah tiba di meeting point untuk start awal tour. Ruangannya kecil hanya seperti selasar sempit. Kursi yang tersedia sangat terbatas. Di awal januari yang berkabut, ruang tunggu itu terasa sangat dingin.Tidak ada heaternya sama sekali.
Sambil bengong saya perhatikan pengunjung yang ikut tour. Ternyata cukup banyak orang Indonesianya lho. Kebanyakan sih mahasiswa yang mungkin sekolah di London atau Inggris. Ada juga keluarga jetset Indonesia yang tadi datang naik taxi (saat kami jalan kaki dari stasiun huhu…), lengkap dengan opa dan oma bermantel bulu.
Tepat jam 13.30, tour guidenya datang. Seorang pemuda tinggi kurus berkacamata dengan tampang bosan menjadi guide kami. Mau tidak mau saya membandingkan guide kami saat tour di Allianz Arena. Beda banget! Yang di Allianz terlihat energik sehingga peserta terbawa semangat. Sedangkan yang di The Bridges terlihat kurang darah jadi kami terbawa bete. Belum lagi bahasa Inggrisnya yang terlalu kental aksen britishnya, membuat saya mengernyitkan dahi untuk mengerti penjelasannya. Heran di Inggris, justru saya paling susah mengerti bahasa Inggris di banding di negara yang tidak berbahasa Inggris seperti Jerman.
Rombongan tour kami jumlahnya tidak sampai 30 orang terdiri dari berbagai bangsa. Si Guide memberikan penjelasan satu arah. Tidak ada komunikasi 2 arah. Tidak juga berusaha membuat penonton semangat. Cuma seperti rutinitas biasa buat dia. Bener-bener menyebalkan.
Perjalanan tournya mirip dengan yang di Allianz. Kami dibawa ke kursi penonton, mendekati lapangan rumput, masuk ke ruang ganti, hingga ke press room. Saya ingin tour itu cepat berakhir karena terlanjur bete dengan guidenya, kelaperan dan kedinginan. Tapi jangan disamaratakan perasaan saya dengan fans Chelsea. Buat para fans, tempat ini is a must visit kalau lagi ke London. Wajah anda otomatis akan dihiasi senyuman sepanjang tour seperti ketemu pacar. Senyum itulah yang ada di wajah suami saat itu.
Tour berakhir di toko souvenir yang luas 2 lantai. Justru di toko souvenir ini mata saya jadi berbinar-binar. Ah biru-biru Chelsea di semua merchandise, membuat mata segar. Pengen beli…tapi kok ya mahal. Terpaksalah beli yang kecil murah meriah. Dan segera kami mengakhiri tour ini dengan mencari restoran makanan cepat saji di luar stadion.