Sekitar Lucerne dan Salju di Mt. Titlis

Buat orang tropis seperti kami, melihat salju merupakan “wow” moment. Sama seperti orang Eropa yang negaranya tidak atau sedikit berpantai, maka melihat pantai berpasir landai di Indonesia seperti melihat surga tropis. Bolehkah norak kalau melihat sesuatu yang unik? Sah-sah saja kok. Yang tidak boleh adalah menertawakan orang norak seperti ini. Biarkan saja.

Rombongan tour kami ini bertemu salju untuk pertama kalinya di stop area dalam perjalanan dari Venice ke Lucerne. Meski sudah sempat menggigil di Italia, tapi di sana tidak terlihat salju. Maka melihat tumpukan-tumpukan salju yang mulai meleleh di stop area, menarik beberapa orang dari grup kami untuk berfoto.

“Norak,” demikian desis si Bungsu waktu melihatnya

“Iya norak seperti kamu waktu ke Mount Buller di Melborne. Bahkan foto kamu pertama memegang salju, masih kamu pajang di dinding …” jawab saya sambal tersenyum menggodanya. Si Bungsu pun tersipu malu.

Meski pernah tinggal di negara bersalju saat kecil, melihat saju tetap merupakan saat yang saya nantikan. Dalam tour ke Eropa kali ini, winter wonderland-nya kami dapatkan di gunung ini. Mount Titilis dengan ketinggian 3238 m memiliki salju abadi di puncaknya. Kami mengunjunginya saat winter, maka sudah pasti dimana-mana terlihat salju.

Area tertinggi yang bias dicapai dengan bis adalah di Engelberg. Dari Lucerne ke Engelberg ditempuh kurang dari 1 jam. Setelah itu kami naik kereta gantung pertama di dunia yang dapat berputar 360 derajat, untuk mencapai puncaknya. Kereta gantung ini tidak mencapai puncak tertinggi Mount Titlis, tapi “hanya” mencapai ketinggian 3020m. Ini adalah rekor kereta gantung tertinggi di dunia. Di stasiun terakhir kereta gantung terdapat bangunan permanen yang berisi toko souvenir, toko coklat, toko jam, restaurant, hingga “wahana” gua es (Ice cave).

KrtGtgTitlis TitlisStation

Di ketinggian 3020 m ini kami banyak sekali bertemu dengan turis lain yang berasal dari negara tropis, seperti India, Malaysia, Thailand dan sudah pasti Indonesia dari rombongan grup lain. Turis negara tropis kebanyakan memang datang untuk melihat saja, sedangkan turis negara 4 musim datang untuk winter sport.

Sebagai bagian dari turis negara tropis, dengan noraknya kami merasakan sensasi dingin menusuk tulang di halaman luar dek saat berfoto-foto. Suhu sudah pasti di bawah nol derajat. Kami tidak bisa berlama-lama diluar. Saking dinginnya, hembusan nafas berubah menjadi es dan menempel di kumis suami. Jari saya mati rasa saat merekam momen ini dengan camcorder. Akhirnya kami memutuskan segera kembali ke dalam ruangan sebelum beku.

IceCaveTitlisUntuk tetap bisa norak memegang es tapi gak terlalu kedinginan, kami masuk gue es. Free entrance! Dalam gua es abadi sepanjang 150meter ini, ada es yang dipahat jadi kursi, tangga, igloo hingga ice carving bentuk binatang. Kurang dingin di gua es, anak-anak masih kepengen pesan ice cream di salah satu stand makanan. Mahal pulak harganya! Dompet saya langsung berasa dingin…

Makan siang disediakan travel agent di salah satu Chinese restaurant. Saya lupa makannya apa. Yang saya ingat ada sambel botol disediakan gratis. Dan merek sambalnya adalah “Sambel Uleg”. Dengan noraknya saya berteriak “eeeh…buatan Indonesia loh”. Si Bungsu langsung menyenggol “Mama kenceng banget suaranya. Norak”

Kenorakan keluarga kami belum berakhir. Usai makan kami melewati gerai photo studio yang menyediakan baju tradisional Swiss, dan background pedesaan Swiss, beserta property yang mendukung. Awalnya kami hanya melihat-lihat saja. Tapi kemudian kami menemukan salah satu foto keluarga yang dipajang sebagai contoh adalah kenalan dekat kami. Gak mau kalah dong kita. Jadilah akhirnya kami dengan noraknya berfoto di sana.

Sekitar jam 3 kami kembali ke Lucerne. Tour dilanjutkan mengunjungi beberapa ikon kota, mumpung matahari masih ada. Salah satu ikon adalah Lion Monument.  Setelah mengalamai wow moment di mount Titlis, maka melihat patung singa yang terlihat sedih di relung gua ini tidak membuat wow. Patung terlihat kecil kurang megah. Padahal patung yang dibuat tahun 1820 ini mempunyai detail yang indah. Dipahat khusus di dinding batu untuk mengenang para pejuang Swiss yang terbunuh saat revolusi Perancis. Begitu indahnya patung tersebut, hingga Mark Twain memuji patung singa yang terluka itu terlihat sangat hidup sampai kita turut merasakan kesedihannya.

LionMonument

Setelah itu kami dibawa ke Bucherer, salah satu shopping mall terkenal di sana. Menempati salah satu gedung kuno berusia 200 tahun lebih di hook jalan, mall ini jauh sekali dari kesan mentereng seperti mall di Jakarta. Tapi sejumlah barang bermerk terkenal ada di sana. Mulai dari aneka souvenir, swiss army Victorinox, jam Rolex hingga coklat Lindt. Konon, kalau mau beli jam buatan asli swiss, maka di sinilah tempatnya. Tapi kalau mau beli tas dan barang fashion lainnya, lebih baik nanti saja saat ke Paris.

Kami belanja sedikit di sini dan segera keluar karena merasa ngap dengan banyaknya turis aneka bangsa (mostly Asian).  Sambil menunggu grup kami selesai berbelanja, kami berjalan ke danau Lucerne yang dekat dengan Bucherer. Segerombolan angsa cantik berleher jenjang yang berenang di danau, menarik perhatian kami. Lebih menyenangkan melihat angsa yang berebut roti, dibanding melihat turis yang berebut beli souvenir.

Lucerne_swan

Sampai angsa-angsa itu kenyang makan roti dan crackers rasa abon asli Indonesia, rombongan tour kami belum juga selesai belanja. Kami minta ijin ke tour leader untuk balik lebih dulu ke hotel yang jaraknya kurang dari 1 km berjalan kaki. Meski dingin sudah menusuk tulang, tapi berjalan menyusuri Chapel Bridge atau The Kapellbrücke yang terkenal itu, terasa begitu indah.ChapelBridge

Karena makan malam kali ini tidak ditanggung tour, maka kami mampir ke restoran cepat saji yang outletnya banyak juga di Indonesia. Bedanya, menu di sini tidak ada nasi tapi ada salad. Di swiss pembayaran bisa dengan dua jenis mata uang. Swiss Franc atau Euro. Kasir pun seperti kalkulator hidup yang bisa langsung mengkonversi uang Euro ke Swiss franc

Selesai makan, kami mampir ke toko kecil yang sedang Sale menjual aneka winter jacket. Bila dikurs ke Rupiah, harganya lumayan murah. Jadilah kami membeli 1 orang 1 jacket. Dasar pembelian ini didasari oleh 1 alasan norak. Selama ini kami terlihat seperti tidak berganti baju karena hanya membawa 1 jacket. Sementara dalam grup kami rata-rata orang berganti warna dan bentuk jaketnya, yang matching dengan topinya. Aaah….norak banget, belanja yang didasari karena perasaan gak enak.

Advertisement

Author: javanicblue

https://javanicblue.wordpress.com/about/

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: