Kesalahan utama kita kalau traveling dengan travel agent adalah “pasrah”. Pasrah disuruh nunggu, dan pasrah digiring kemana aja. Hanya sedikit yang mau browsing untuk cari tahu sebelumnya tentang kota yang akan dikunjungi. Untuk kota-kota di Eropa yang rata-rata usianya sudah lebih dari ratusan tahun, akan lebih menarik kalau kita tahu sebelumnya sejarahnya, budayanya dan kebiasaan penduduk lokal, meski hanya sedikit. Saya termasuk orang yang “pasrah” saat traveling kali ini.
Yang saya tahu mengenai Venice adalah, betapa romantisnya naik gondola di kanal-kanal Venice. Oleh karena itu saat tour leader menawarkan tour tambahan, kami serombongan langsung mengiyakan. Tour tambahan berarti kami harus bayar lagi 150 Euro per kapal yang isinya 6 orang. Tapi ternyata bukan naik gondola semata yang mengasikkan. Kanal hanyalah got besar yang baunya juga semriwing seperti got di sini. Yang indah justru berjalan-jalan mengeksplor Venice.
Menuju ke Venice dari Pisa ditempuh dalam 3.5 jam naik bis (330 km) menuju Pelabuhan Troncheto. Lalu kami menunggu kapal ferry dengan pasrah dan menggigil kedinginan karena angin yang kencang di pelabuhan. Untuk menghangatkan badan terpaksa kami masuk ke mini market yang pastinya ada heaternya, dan membeli secangkir hot coco. Setelah 30 menit menunggu, tour leader menggiring kami ke ferry yang akan membawa rombongan ke jantung kota Venize, yaitu alun-alun San Marco.
Venice adalah kota yang terdiri dari 117 pulau kecil yang dilalui oleh lebih dari 150 kanal dan terhubung oleh lebih dari 400 jembatan. Banyak sekali bangunan dan jembatan kuno yang cantik dan punya nilai sejarah yang tinggi. Jalan daratnya sempit sehingga tidak ada kendaraan bermotor di sana. Transportasi hanya dengan kaki, sepeda atau gondola. Mungkin jaman dulu ada juga kali yang naik kuda …. mungkin loh ya.
Karena pasrah digiring untuk bayar tambahan naik gondola, maka kami juga pasrah menuju dan menunggu antrian untuk naiknya. Sampai kami terlewat menikmati uniknya café dan toko di alun-alun San Marco. Kami sempat berfoto di depan gereja Saint Mark’s Basilica yang memadukan arsitektur barat dan timur, tapi tidak tahu latar belakang gereja ini. Padahal saat itu saya penasaran, kok gereja bentuknya mirip mesjid.
Semua berlanjut begitu saja. Kami melihat salah satu bangunan megah di Venice yaitu Doge’s Palace atau Palazzo Ducale, tapi tidak tahu bahwa itu dulu gedung pengadilan yang sekarang sudah jadi museum.
Tour leader sempat menjelaskan Bridge of Sigh sebagai spot tempat foto favorit. Kami pun pasrah berfoto disana. Belakangan baru saya tahu bahwa jembatan dengan banyak ornament cantik itu menghubungkan gedung parlemen Palazzo Ducale dengan gedung penjara di seberang kanal. Narapida yang dijatuhi hukuman di gedung pengadilan berjalan melewati jembatan dengan sedih (sigh) menuju penjara tempat hukumannya. Mereka sedih melihat kecantikan Venice untuk terakhir kalinya. Aneh, jembatan yang dirancang indah tapi dilatarbelakangi dengan sejarah yang suram.
Bagaimana dengan naik gondolanya? Tetap sesuatu yang unik sih, meski bukan sesuatu yang romantis buat kami. Bagaimana mau romantis, kapal penuh dinaiki 6 orang untuk menghemat biaya. Pendayungnya boro-boro nyanyi lagu “santa Lucia”, dia keliahatan lelah karena turis sudah antri panjang untuk naik. Untungnya dengan travel agent, kami tidak perlu antri terlalu lama. Ada 2 gondola yang khusus disewa untuk rombongan kami.
Yah …paling tidak berfoto di gondola dengan latar belakang bangunan indah di Venice bisa jadi bukti kalau kita sudah menjejakkan kaki ke Venice. Aaah…jadi kurang value traveling kita kalau cuma berburu bukti berupa foto, bukan berburu pengalaman. Jadi nextnya jangan cuma “pasrah”, selalu sempatkan browsing sebelum traveling.
One thought on “Italia Bagian 3 – Venice”