Cirebon yang naik Daon

Judul yang agak dipaksakan rimanya. Meskipun benar artinya. Cirebon 2-3 tahun ini mulai dilirik wisatawan lokal. Utamanya wisatawan Jakarta yang mencari tempat alternative liburan selain Puncak dan Bandung. Bahkan sejak April 2016, Mentri Pariwisata menetapkan Cirebon sebagai salah satu destinasi wisata unggulan yang harus siap mendunia. Saya saja sudah 3 kali one day tour ke Cirebon dengan 3 grup yang berbeda.

Perjalanan Menuju Cirebon

Pertama kali ke Cirebon September 2014, saya naik kereta dari Stasiun Gambir. Berangkat jam 6 pagi dan tiba 3 jam kemudian. Naik kereta menjadi perjalanan yang menyenangkan buat anak-anak, karena memang kami jarang naik kereta. Kursi kereta yang bisa diputar ke arah berhadap-hadapan atau menghadap jendela, menjadi permainan yang mengasikkan. Kalau masih ngantuk karena harus ke Gambir jam 6 pagi, bisa melanjutkan tidur di kereta dengan nyaman.

Saat tiba di stasiun Cirebon, kami sudah ditunggu oleh bus kecil dari travel lokal Cirebon yang akan membawa kami keliling kota. Saya lupa mencatat nama busnya. Teman saya yang mengkoordinir wisata pertama saya ke Cirebon.

Tahun 2015 setelah tol Cipali dibuka, perjalanan ke Cirebon dengan mobil menjadi lebih singkat. Hanya 3,5 jam saja kalau lancar. Trip saya yang kedua dan juga yang ketiga ke Cirebon sudah tidak lagi naik kereta. Kami menyewa bus dari Jakarta untuk perjalanan antar kota dan keliling-keliling kota. Bis si Burung Besar bahkan menyediakan driver yang mengerti jalan-jalan wisata di Cirebon. Jadi kita bisa duduk-duduk manis tanpa perlu repot lihat GPS atau tanya-tanya penduduk.

crb_meme

Bila jumlah rombongan memungkinkan, sebaiknya gunakan saja bus ¾, jangan bus besar. Jalan ke beberapa tempat tujuan wisata masih ada yang jalan kecil, tidak bisa dilalui bus besar. Kecuali anda tidak segan berjalan agak jauh dari tempat parkiran bus ke tempat wisata.

Parkir bus di Cirebon belum ada aturan yang jelas. Ada yang menarik tip Rp. 20.000, bahkan kalau ketemu preman, ada yang menarik Rp. 70.000. Nah…masalah bis dari luar kota yang memasuki Cirebon ini harus segera ditertibkan oleh Pemkot Cirebon, sebelum menjadi bahaya laten kemacetan kota saat weekend. Begitu juga penertiban preman-premannya. Hal ini untuk menjaga kenyamana dan keamanan para wisatawan.

Wisata Kuliner

Salah satu wisata yang dikejar di Cirebon adalah wisata kuliner. Jadi 3 kali ke Cirebon yang diatur duluan adalah tempat makan-makannya, baru kemudian wisata budaya dan belanja disisipkan diatara wisata kuliner.

Kalau kita tiba pagi antara jam 9 – jam 10, maka bisa langsung sarapan di Nasi Jamblang Bu Nur. Makanan yang dijual sangat banyak jenisnya. Ada sambal goreng, aneka oseng sayur, aneka jeroan yang disemur atau digoreng, perkedel, sate kerang, telur dadar atau ceplok, aneka ikan yang dipepes atau disambal, pepes jamur, dan sebagainya. Semua lauk ditata di meja panjang, dimana setiap pengunjung bebas ambil sendiri. Diujung meja ada “kasir” yang menghitung secara manual (ditulis di kertas). Si mas kasir ini juga mencatat order minuman. Mas kasir akan meneriakkan pesanan minuman kita sambil menghitung harganya.

Sistem penghitungan manual seperti ini memang susah dicocokkan validitasnya. Tapi 3 kali makan disitu harganya gak neko-neko kok. Rata-rata sekitar 20 ribuan. Tergantung pesanannya sih. Kalau pesannya Nasi 3 bungkus, lauknya menggunung dan minumnya jus alpukat, ya pasti bisa 40an ribu. Tips untuk yang datang rombongan, siapakan 1 orang wakil rombongan di samping mas kasir. Lalu anda instruksikan untuk dicatat terpisah pesanan anggota rombongan anda. Kadang ada aja orang lain yang nyelip di antrian, dan herannya biasanya ibu-ibu berumur. Setelah semua rombongan memesan, baru anda bayar.

crb_nsjamblgKhasnya di rumah makan ini adalah nasi putihnya yang dibungkus dengan daun waru/jati dalam porsi kecil. Biasanya Bapak-bapak minta 2-3 bungkus nasi. Tapi Ibu-ibu yang sok imut seperti saya, cukup 1 bungkus saja. Lauk favorit saya adalah  tempe goreng yang diiris bentuk kubus. Luarnya cruchy tapi dalamnya tetap lembut. Disantap dengan tambahan sesendok kuah semur dan sambel goreng … hhmmm rasanya mantap. Lalu dimana lauk jamblangnya? Jangan salah … konon nasi jamblang pertama kali dijual di jalan Jamblang Cirebon. Jadi tidak usah mencari-cari buah jamblang dalam menu, seperti saya.

Dua tahun yang lalu, rumah makan ini hanya menyediakan 1 jalur prasmanan. Tapi di kunjungan saya ketiga di April 2016, sudah tersedia 2 jalur. Meskipun sudah 2 lajur, saat weekend antrian ini masih tetap panjang. Wisatawan dari Jakarta tiba di Cirebon hampir bersamaan sekitar jam 9an dan semuanya menyerbu sarapan di sini.

crb_empalgtgKuliner saat makan siang yang terkenal adalah empal gentong dan sate kambing muda Haji Apud. Sebenarnya banyak rumah makan empal gentong yang terkenal di Cirebon selain H. Apud. Diantaranya adalah empal gentong Mang Darma dan Amarta. Saya belum sempat mencoba yang lain, selalu berpanas-panas dan berdesak-desakan di H. Apud. Sejujurnya saya lebih suka empal gentong di Kemang Pratama Bekasi yang benar-benar dimasak di gentong di atas tungku kayu bakar. Entah lah yang di Cirebon karena didatangi ratusan pembeli dalam sehari, mungkin masaknya sudah skala besar di kompor gas. Bumbunya menurut saya, jadi kurang meresap di daging.

Area makan di H. Apud cukup luas, tapi selalu penuh saat makan siang. Bahkan saat telat makan siang jam 15.00 tempat ini pun masih tetap penuh. Bagi anda yang menghindari makanan bersantan bisa memesan menu alternative empal asem. Buat saya sih empal asem kurang nendang rasanya. Untuk menyiasati kolesterol dari santan, saya tetap memesan empal gentong tapi tidak menghirup habis kuah santannya dan diimbangi dengan minum es jeruk (Ini tips kesehatan abal-abal …)

Untuk menambah berat badan dan kolesterol selama di Cirebon, bisa juga coba mi koclok sebagai selingan sore hari sebelum kembali ke Jakarta. Yang terkenal Mie Koclok Panjunan dan Mi Koclok Mang Sam, Pengkiringan. Bentuknya seperti mi celor Palembang, yaitu mi yang disiram kuah kental. Terus terang, masakan ini kurang cocok di lidah saya. Jadi sudah pesan setengah porsi pun, saya masih tidak bisa menghabiskannya.

(Selanjutnya: Wisata Budaya dan Wisata “Foto”)

Author: javanicblue

https://javanicblue.wordpress.com/about/

2 thoughts on “Cirebon yang naik Daon”

Leave a comment