Belgia, harusnya tidak sekedar Oldtown

Hari kesembilan tour di Eropa. Kami mengawalinya dengan American breakfast di Paris, lanjut makan Chinese food siang hari di Belgia dan berakhir di Belanda untuk santap malam masakan Indonesia. Seru dan aneh kelihatannya, mengunjungi banyak negara dalam sehari dan makan aneka makanan yang aslinya berasal dari luar Eropa. Sesungguhnya hari itu saya tidak merasa seru… hari itu saya sudah memasuki titik jenuh.

Sepanjang 4 jam lebih perjalanan dari Paris ke Brussel, ibukota Belgia, yang berjarak sekitar 300 km, saya berharap Belgia akan menyajikan pengalaman yang berbeda. Saya teringat kisah Tintin dan kawan-kawan yang asli Belgia. Semoga saja kami akan mengunjungi salah satu tempat yang berhubungan dengan Tintin atau Kapten Haddock. Kalau benar kejadian, nah ini baru seru.

Ternyata saat tiba di Brussel, rutenya standar mengunjungi kota tua (old town) dan photo stop di alun-alun kota Brussels yaitu Grand Palace atau Grotte Mark. Bosan. Saat hari-hari pertama ke Eropa, melihat kota tua yang cantik, dengan jalan cobble stone yang khas, memang sesuatu banget. Tapi bila sampai hari ke sembilan masih ke kota tua juga, kok ya bosan jadinya.

grotemarkt

Di kota tua, kami digiring melihat Mannekin Pis lambang kota Belgia. It doesn’t impressed me at all! Patungnya kecil dan sering kita lihat di taman-taman rumah mewah di Jabodetabek. Ya betul patung anak kecil sedang pipis, dimana pipisnya berfungsi sebagai air mancur hiasan. Konon patung ini untuk mengenang si bocah tengil yang suka pipis sembarangan. Pipisnya secara tidak sengaja mematikan sumbu bom yang sedang menyala. Patung ini sering didandani kostum tertentu sesuai dengan event kota. Misalnya untuk memperingati Elvis, dipakaikan baju Elvis. Bisa juga baju tradisional yang diberikan negara sahabat. Indonesia pun pernah memberikan baju daerah Jawa Timur loh. Ok deh …kita foto-foto di sini sebagai syarat.

BrusselsManekinPis

Di dekat Mannekin Pis, tour leader mengajak kami memborong coklat di salah satu toko milik seorang keturunan tionghoa yang menetap di Belgia. Salah seorang ibu yang memiliki keahlian memborong souvenir langsung menkoordinir menghitung jumlah pesanan per keluarga. Terbawa dengan euphoria serunya pesan memesan, saya pun ikut memesan lumayan banyak. Keputusan yang akhirnya saya sesali, karena ternyata banyak toko coklat bertaburan di sekitar situ. Dan toko tempat kami memborong is not the best one dan gak murah juga. Kami jadi beli lagi coklat di toko lain yang menawarkan coklat dengan filling yang lebih beragam dan harga bersaing.

Grotte Mark yang dikelilingi banyak gedung tua dengan bentuk bangunan tua Eropa pada umumnya, memang bukan daya tarik utama Brussels. Yang membuat lapar mata adalah street food-nya. Selain coklat, Belgian waffle dengan aneka topping dan frites (French fries) dengan cocolan mayonaisenya yang melimpah adalah juaranya. Meskipun sebenarnya rasanya tidak terlalu istimewa sih menurut saya. Tapi kedai penjualnya di pinggir jalan dengan aktifitas memanggang waffle atau menggroreng kentang di cuaca dingin kala itu, memang menarik untuk dikunjungi.

Masih penasaran dengan Tintin, saya bertanya kepada tour leader apakah ada kesempatan untuk berkunjung ke tempat detektif berjambul ini. Dengan sangat yakin, ia menggeleng. Sudah pasti gak ada tuh tour tambahan seperti itu. Sepertinya memang keluarga kami yang banyak protes dan minta hal-hal aneh hehehe. Dan lagi-lagi kami harus gigit jari.

Dengan agak kecewa tapi perut kenyang (gak ada hubungannya) kami kembali ke bus yang akan membawa kami ke Amsterdam. Jarak tempuk masih 200an km lagi atau sekitar 2.5 jam perjalanan. Perlahan bis mulai bergerak meninggalkan Brussels hingga berbelok di suatu tikungan. Saat itu mata saya menangkap sosok lucu yang tidak asing lagi sedang duduk di atas jamur. Sontak saya berseru kaget, “Smurf !!!”

BrusselsSmurf

Astaga saya baru ingat kalau Smurf juga berasal dari Belgia. Dan di tikungan tadi terlihat patung smurf yang 10 kali lebih besar, 10 kali lebih lucu, dan 10 kali lebih menarik daripada Mannekin Pis. Saya sudah kapok minta ke tour leader untuk berhenti dan berfoto sebentar di sana. Pasti lah tidak boleh.

Aaah Belgia, harusnya tidak semembosankan perjalanan kami saat ini bila saja kedua tokoh komik yang sudah mendunia itu dijadikan maskot turisme. Sudah saatnya coklat, waffle dan frites menjadi pelengkap saat kami bertemu Smurf dan Tintin.

Author: javanicblue

https://javanicblue.wordpress.com/about/

5 thoughts on “Belgia, harusnya tidak sekedar Oldtown”

  1. Saya selalu tertarik dengan Belgia karena Tintin, coklat, dan Hercule Poirot yang dikisahkan berasal dari Belgia. Tiga favorite, dan sekarang di tambah si Smurf ternyata berasal dari Belgia juga? ehm. wah ini ikut tour yah? salah satu alasan kenapa malas ikut tour, kecuali tidak ada pilihan selain mengikutinya. 🙂 oh, kisah patung anak kecil pipis ternyata seperti itu, ah it exists for something. 😀

    Like

    1. oh ya detektif berkumis berkepala bulat telur itu juga dari Belgia. Seru juga kali kalau dibuat musium detektifnya ya.
      Perjalanan ini memang ikut tour. Sengaja ditulis untuk membandingkan perjalan kami kedua ke eropa yg jalan sendiri. Baru kembali minggu lalu, jadi belum sempat nulis perjalanannya 🙂

      Like

      1. Ah, kalo sudah mendeskripsikan begini, either pembaca garis keras atau sudah menonton film-filmnya (saya jujur belu pernah nonton satupun filmnya, masih menikmati buku2nya saja).
        Ah, kalo begitu menanti yang jalan sendiri. Pengen juga ke Eropa, masih menabung. 🙂

        Like

  2. saya juga pernah ke Belgia dari Paris Menuju Belanda… dalam perjalanan Tour Leader yang mendeskrisikan Mannekin Pis seakan2 (dalam bayangan saya) suatu patung yang besar dan di pinngirnya ada kolam.. setelah ketemu patung Mannekin Pis saya mau ketawa ngakak banget… ternyata patungnya ada di pojokan dengan jalanan kecil… wkwkwk… siyaaal yang lain pada berebutan buat foto2 saya malah megang2 jidat karena gak seperti yang dibayangkan… oya, katanya patung ini menurut kepercayaan orang disana, bisa meminta untuk memperoleh keturunan… Xixixii…. believe or not, i don’t believed…

    Like

Leave a comment